Rasionalisasi Internet

Standar

Oleh
Muhammad Shobirin
Di era globalisasi, negara-negara diberbagai belahan dunia sudah tidak ada lagi batas dalam memperoleh informasi. Dalam waktu yang sama di tempat berbeda dengan jarak yang jauh sekalipun orang saling bertukar informasi dana berkomunikasi. Kemajuan teknologi informasi ini tidak hanya dirasakan oleh dunia bisnis, akan tetapi dunia pendidikan juga ikut merasakan manfaatnya. Perkembangan teknologi informasi lebih terasa menfaatnya dengan hadirnya jaringan internet yang memanfaatkan satelit sebagai media transformasi. Hadirnya internet sebagai sumber informasi ini sangat memungkinkan seseorang untuk mencari dan menyebarkan segala ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk penemuan penelitian keseluruh dunia dengan mudah, cepat, dan murah, sehingga pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan dapat lebih cepat dan merata. Dengan demikian segala informasi yang ada di internet dapat dijadikan sebagai sumber belajar.


Pengertian internet itu sendiri adalah jaringan (Network) komputer terbesar di dunia. Jaringan berarti kelompok komputer yang dihubungkan bersama, sehingga dapat berbagi pakai informasi dan sumber daya (Shirky, 1995:2). Dalam internet terkandung sejumlah standar untuk melewatkan informasi dari satu jaringan ke jaringan lainnya, sehingga jaringan-jaringan di seluruh dunia dapat berkomunikasi.
Sidharta (1996) memberikan definisi yang sangat luas terhadap pengertian internet. Internet adalah forum global pertama dan perpustakaan global pertama dimana setiap pemakai dapat berpartisipasi dalam segala waktu. Karena internet merupakan perpustakaan global, maka pemakai dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar.
Secara umum dapat dikatakan bahwa internet adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan saling hubungan antar jaringan-jaringan komputer yang sedemikian rupa sehingga memungkinkan komputer-komputer itu berkomunikasi satu sama lain.
a.Spesifikasi Peralatan Internet
Agar kita dapat mengoperasikan internet dengan baik, maka dibutuhkan perangkat keras dan perangkat lunak yang memadai.
Perangkat keras adalah komponen-komponen fisik yang membentuk suatu sistem komputer serta peralatan-peralatan lain yang mendukung komputer untuk melakukan tugasnya. Perangkat keras tersebut berupa:
1.satu unit komputer,
2.modem,
3.jaringan telepon,
4.adanya sambungan dengan ISP (Internet Service Provider).
Sedangkan perangkat lunak adalah program-program yang diperlukan untuk menjalankan perangkat keras komputer. Perangkat lunak ini kita pilih sesuai dengan:
1.kemampuan perangkat keras yang kita miliki,
2.kelengkapan layanan yang diberikan,
3.kemudahan dari perangkat itu untuk kita operasikan
b.Pengertian Sumber Belajar
Dalam kawasan teknologi instruksional, sumber belajar pada dasarnya merupakan komponen teknologi instruksional, yang disebut dengan istilah “Komponen Sistem Instruksional”. Teknologi instruksional adalah proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari cara pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah-masalah dalam situasi di mana kegiatan belajar-mengajar itu mempunyai tujuan dan terkontrol. Dalam teknologi instruksional, pemecahan masalah itu berupa komponen sistem instruksional yang telah disusun terlebih dahulu dalam proses desain atau pemilihan dan pemanfaatan, dan disatukan ke dalam sistem instruksional yang lengkap, untuk mewujudkan proses belajar yang terkontrol dan berarah tujuan, yang komponennya meliputi pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar (Setijadi, 1986:3).
Mudhofir (1992:13) menyatakan bahwa yang termasuk sumber belajar adalah berbagai informasi, data-data ilmu pengetahuan, gagasan-gagasan manusia, baik dalam bentuk bahan-bahan tercetak (misalnya buku, brosur, pamlet, majalah, dan lain-lain) maupun dalam bentuk non cetak (misalnya film, filmstrip, kaset, videocassette, dan lain-lain).
AECT menguraikan bahwa sumber belajar meliputi: pesan, orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan. Komponen-komponen sumber belajar yang digunakan di dalam kegiatan belajar mengajar dapat dibedakan dengan dengan cara yaitu dilihat dari keberadaan sumber belajar yang direncanakan dan dimanfaatkan.
Sumber belajar yang sengaja direncanakan (by design) yaitu semua sumber belajar yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal. Sumber belajar karena dimanfaatkan (by utilization) yaitu sumber belajar yang tidak secara khusus didesain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasi, dan digunakan untuk keperluan belajar (Setijadi, 1986:9).
Berdasarkan konsep-konsep di atas, sumber belajar pada dasarnya merupakan komponen sistem instruksional yang meliputi pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar (lingkungan). Dalam makalah ini titik berat sumber belajar yang dikaji adalah internet. Sedang orang, bahan, peralatan dan teknik merupakan sumber belajar pendukung.
c.Metode Pembelajaran Melalui Internet
Pembelajaran berbasis internet bagi siswa SMP/MTs sudah seharusnya dilakukan. Untuk itu para guru hendaknya sudah tahu lebih dahulu tentang dunia internet sebelum menerapkan pembelajaran tersebut pada siswa. Persiapan yang tak kalah pentingnya yaitu sarana komputer. Tentu saja dalam hal ini hanya dapat diterapkan di sekolah-sekolah yang mempunyai fasilitas komputer yang memadai. Walaupun sebenarnya dapat juga diusahakan oleh sekolah yang tidak mempunyai fasilitas komputer misalnya dengan mendatangi warnet sebagai partner dalam pembelajaran tersebut.
Setelah semua perangkat untuk pembelajaran siap, guru mulai melakukan pembelajaran dengan menggunakan sumber belajar internet. Disinilah kepiawaian seorang guru ditampilkan dalam mendampingi, membimbing dan mengolah metode pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang diharapkan tercapai.
Beberapa metode yang dapat dilakukan oleh guru, diantaranya: diskusi, demonstrasi, problem solving, inkuiri, dan descoveri. Guru memberikan topik tertentu pada siswa, kemudian siswa mencari hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut dengan mencari (down load) dari internet. Guru juga dapat memberikan tugas-tugas yang mengharuskan siswa mengakses dari internet, suatu misal dalam pembelajaran Bahasa Inggris siswa dapat mencari genre atau gramatical feature dari internet. Siswa juga dapat belajar dari internet tentang hal-hal yang up to date yang berkaitan dengan pengetahuan. Guru memberi tugas pada siswa untuk mencari suatu peristiwa muthakir dari internet kemudian mendiskusikannya di kelas, lalu siswa menyusun laporan dari hasil diskusi tersebut.
Metode-metode tersebut dapat dilakukan guru dengan model-model pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa semakin senang, tertarik untuk mempelajarinya sehingga proses pembelajaran tersebut menjadi pembelajaran yang bermakna. Dengan pembelajaran berbasis internet diharapkan siswa akan terbiasa berpikir kritis dan mendorong siswa untuk menjadi pembelajar otodidak. Siswa juga akan terbiasa mencari berbagai informasi dari berbagai sumber untuk belajar. Pembelajaran ini juga mendidik siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam kelompok kecil maupun tim. Satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya yaitu dengan pembelajaran berbasis internet pengetahuan dan wawasan siswa berkembang, mampu meningkatkan hasil belajar siswa, dengan demikian mutu pendidikan juga akan meningkat.

III.BAHASA INGGRIS DAN INTERNET
Di era glibalisasi ini, peran bahasa sebagai media komunikasi universal sudah tak terbantahkan lagi. Manusia tidak mungkin terlepas dari peran bahasa yang telah menjadikan hidupnya bisa berkembang sesuai komunitas manusia normal di dunia ini. Finocchiaro berkata: “Language is universal. All normal human beings in a community understand and speak well enough to carry out every activity of human life. However, many of these same people cannot read and write (Finocchiaro:1974). Manusia biasa mengekspresikan ide-ide maupun gagasan-gagasannya melalui bahasa sehari-hari baik lisan maupun tulisan.
Secara ontologis hakikat keberadaan bahasa tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Hakikat makna bahasa dan keberadaan bahasa senantiasa memproyeksikan kehidupan manusia yang sifatnya tidak terbatas dan kompleks. Dalam konteks proyeksi kehidupan manusia, bahasa senantiasa digunakan secara khas dan memiliki suatu aturan permainan tersendiri. Dalam hal ini sesuai dengan pendapat bahwa: The ability to speak a language is an inborn or innate skill, something which is genetically transmitted from generation to generation of man (Ramelan:1997).
Proses pembelajaran terhadap anak manusia, salah satunya juga menggunakan suatu alat yang disebut bahasa. Dengan bahasa, pengajar dapat menjalankan tugas pembelajarannya dengan baik tanpa muncul kesulitan untuk berkomunikasi. Sehingga proses transfer ilmu pengetahuan itu dapat berjalan sesuai tujuan. Bagi pengajar, kemampuan menggunakan bahasa dengan berbagai pendekatan merupakan tuntutan mutlak jika ingin materi pembelajarannya tersampaikan dengan baik ke dalam memory peserta didik.
Bahasa juga mampu merefleksikan dan menghadirkan sosio budaya yang dimiliki oleh suatu bangsa. Sehingga keluhuran dan keagungan hasil cipta, rasa dan karsa suatu bangsa dapat ditransfer kedalam budaya bangsa lain dengan mudah. Bahasa juga merupakan alat transformasi budaya yang paling efektif dalam pola hubungan antar manusia yang semakin mengglobal di tengah hiruk pikuk perkembangan jaman yang semakin pesat. Dalam hal ini, Finocchiaro berkata: Language reflects the socio-cultural organization and environment of its speaker (Finocchiaro:1974).
Komunitas manusia yang beragam telah lama memiliki identitas yang jelas dengan bingkai sentimen primordial (agama, etnis, bahasa dan lain-lain). Bahasa sebagai identitas atau jati diri telah membangun nilai-nilai, norma, dan simbol-simbol ekspresif menjadi ikatan sosial untuk membangun solidaritas dan kohesivitas sosial. Labove dan Langacker dalam Parkinson mengatakan bahwa:
“Language, when seen as the instrument of communication used by the speech community, provides the basic platform for the communication of ideas. Our language is packaged into words. These convenient vocal units express culturally-derived fragments of meaning, and indeed it seems that we all have an intuitive grasp of what constitutes a word as a distinct unit within our own language. The use of the term “word” is qualified with culture, since it is the sharing of the meaning of our words in prescribed cultural settings that enables us to sustain the building blocks of our language.” (Eric Parkinson:1999)
Sedangkan Pinker dalam Parkinson berpendapat bahwa: “A word is the quint essential symbol. Its power comes from the fact that every member of a linguistic community uses it interchangeably in speaking and understanding. Words are a universal currency within a community (Eric Parkinson:1999). Meskipun hanya sebuah simbol bahasa dengan kata, manusia mampu menyampaikan apa yang menjadi keinginan dan juga kemauan kepada orang tanpa adanya salah persepsi. Jadi bahasa hanyalah sebuah simbol yang bertugas memperjelas penyampaian pesan dari orang satu kepada orang lain. Dalam dunia pendidikan, bahasa harus diintegrasikan dengan praktek kehidupan sehari-hari sehingga akan menjadi bagian dari kehidupannya.
Pengembangan kurikulum itu sendiri tentu harus diselaraskan dengan perkembangan teknologi yang semakin menyeruak di berbagai sendi kehidupan. Kemajuan teknologi yang meningkat dengan begitu cepat terutama perkembangan dunia internet, menjadikan pengajar lebih leluasa untuk memilih metode, tehnik, materi maupun sumber belajar yang diinginkan.
Dalam pembelajaran bahasa, dalam hal ini adalah Bahasa Inggris, dikenal ada empat language skills yaitu listening, speaking, reading dan writing. Keempat keterampilan berbahasa ini hendaknya diajarkan kepada siswa dengan cara yang bermacam-macam, bervariasi agar siswa tidak jenuh dan monoton terhadap apa yang mereka terima dari guru. Mengingat Bahasa Inggris di Indonesia selama beberapa kurun waktu masih dianggap sebagai second language. Dalam hal keterampilan berkomunikasi dalam Bahasa Inggris membutuhkan keahlian khusus. Skill itu membutuhkan banyak latihan, mulai dari penguasaan kata-kata (words), frase (phrase) dan juga kalimat (sentences) yang tidak mungkin dapat dikuasai oleh peserta didik dengan cepat. Meskipun demikian, bangsa Indonesia belakangan ini sudah mulai menyadari betapa kita akan semakin tertinggal dari bangsa lain kalau masih menganggap bahwa Bahasa Inggris adalah second language.
Inovasi penggunaan internet sebagai media pembelajaran oleh seorang guru akan mampu menarik perhatian dan minat belajar peserta didik. Penggunaan media pembelajaran yang bagus dan menarik dimungkinkan mampu meminimalisir kesulitan yang dihadapi oleh murid. Apa yang selama ini dianggap sebagai mata pelajaran sulit, akan terasa lebih mudah jika media pembelajaran yang digunakan guru mampu menarik peserta didik untuk belajar. Sedangkan media yang selama ini lagi disukai dan mudah ditemui oleh anak-anak sekarang adalah apa-apa yang berbasis internet.
Keterampilan berkomunikasi melalui internet biasanya melalui media tulis (writing) yang pada dasarnya merupakan bentuk keterampilan untuk merekam keterampilan bahasa lainnya. Dalam hal ini Ramelan mengatakan: However important is in a modern society, it should not be forgotten that it is only a way of recording spoken language so that if language is a system of symbols, and writing is a representation or symbol of language (Ramelan:1997).

IV.PENILAIAN
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik tidak hanya menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga termasuk perubahan dalam melaksanakan penilaian pembelajaran siswa. Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) yang cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, dan kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan.
Dalam pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh aspek kepribadian siswa, seperti: perkembangan moral, perkembangan emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya. Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.
PP 19 tahun 2005 Pasal 63 ayat (1) menyatakan bahwa penilaian pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), terdiri atas penilaian hasil belajar oleh: pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik, bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang diujikan. Penilaian hasil belajar mata pelajaran pada kelompok iptek juga dilakukan oleh satuan pendidikan melalui ujian sekolah/madrasah dan oleh pemerintah melalui ujian nasional.
Penilaian kemampuan berbahasa harus memperhatikan hakikat dan fungsi bahasa yang lebih menekankan pada bagaimana menggunakan bahasa secara baik dan benar sehingga mengarah kepada penilaian kemampuan berbahasa berbasis kinerja. Penilaian ini menekankan pada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang mengutamakan adanya tugas-tugas interaktif dalam empat aspek keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Oleh karena itu, penilaian kemampuan berbahasa bersifat autentik dan pragmatik. Selain itu, komunikasi nyata senantiasa melibatkan lebih dari satu keterampilan berbahasa sehingga harus diperhatikan keterpaduan antara keterampilan berbahasa tersebut.
Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran itu dilakukan dalam rangka mengembangkan kemampuan berbahasa inggris bagi peserta didik. tiada lain agar tercipta sebuah kondisi bahwa:
1.Peserta mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan ide-ide mereka pada topik tertentu dengan Bahasa Inggris.
2.Peserta memiliki kemampuan untuk mengungkapkan gagasannya sesuai tuntutan gramatika Bahasa Inggris yang benar.
3.Peserta didik memiliki kemampuan mengekspresikan ide-ide mereka, pendapat, dan perasaan secara lisan maupun tulisan.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
a.Ranah proses berfikir (cognitive domain)
b.Ranah nilai atau sikap (affective domain)
c.Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan evaluasi hasil belajar adalah:
1)Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan pada mereka?
2)Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya?
3)Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari?
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
A.Penilaian Pemahaman Konsep (Kognitif)
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah sub taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang
berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu:
1.Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.
2.Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
3.Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
4.Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan
mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
5.Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
6.Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.
B.Penilaian Praktik (Psikomotorik)
Penilaian dalam bidang TIK dapat diukur melalui tes praktik sewaktu peserta didik menyelesaikan tugas dan/atau produk yang dihasilkan.Tes praktik, dapat dilakukan melalui tes keterampilan tertulis, tes identifikasi, tes praktik simulasi maupun tes/uji petik/contoh kerja.
Dalam pendidikan teknologi dan kejuruan, tugas-tugas laboratorium/bengkel harus dirancang untuk mensimulasikan tes praktik pada pekerjaan yang sesungguhnya melalui tes praktik simulasi. Tes petik kerja atau tes sampel kerja merupakan tes praktik tingkat tertinggi yang merupakan perwujudan dari tes praktik keseluruhan yang hendak diukur. Keterampilan yang hendak diukur diantaranya adalah:
Keterampilan mengaktifkan dan menonaktikan komputer
Keterampilan mengaktifkan internet explorer
Kemampuan mengidentifikasi dan menggunakan menu browsing
Kemampuan mengidentifikasi website atu blog yang berisi pembelajaran Bahasa Inggris
Kemampuan untuk membuat blog pribadi.
Keterampilan menulis di blog yang dibuatnya.
C.Penilaian Afektif (Sikap)
Penilaian ini meliputi:
•Kehadiran dan ketepatan kehadiran di kelas dengan rentang 1 – 4
•ketepatan waktu pengumpulan tugas
•Frekuensi menjawab soal (menunjuk jari, maju, mengkomentari jawaban teman)
•Sikap yang ditunjukan pada saat ditunjuk maju ke depan
•Kerjasama antar anggota kelompok
Selain dengan tes kinerja, penilaian dalam bidang teknologi dapat pula dengan hasil penugasan dan portofolio. Hasil penugasan dapat berupa produk yang mencerminkan kompetensi peserta didik. Hasil portofolio yang berupa kumpulan hasil kerja berkesinambungan dapat dipakai sebagai informasi yang menggambarkan perkembangan kompetensi peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Eric Parkinson, Language and Literacy in the Primary School Examined Through Children’s Encounters with Mechanisms, Journal of Technology Education Vol. 11 No. 1, Fall 1999.
Finocchiaro, English as A Second Language from Theory to Practice, Regents Publishing Company, New York, 1974.
Mudhofir. 1992. Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ramelan, Prof.,Dr.,MA, Introduction to Linguistic Analysis, IKIP Semarang Press, Semarang, 1997.
Setijadi. 1986. Definisi Teknologi Pendidikan (Satuan Tugas Definisi dan Terminologi AECT). Jakarta: Rajawali.
Shirky, C.1995. Internet lewat E-mail. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo.
Sidharta, L.1996. Internet: Informasi Bebas Hambatan 1. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.
Soejono, Drs., MA, Metode Pengajaran Bahasa Inggris dari Masa ke Masa, IKIP Semarang Press, Semarang, 1995.
Suharsimi Arikunta, Prof. Dr., Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,Jakarta, Rineka Cipta, 1996.
Suryadi Suryabrata, Drs., Metode Penelitian, Jakarta, Rajawali Press, 1987.
Sutrisno Hadi, MA, Metodologi Research, Yogyakarta, Andi Ofset, 2001.
Sutrisno Hadi, Metode Research, Yayasan Penerbit Fak Psikologi UGM, Yogyakarta, 1990.
Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung, Tarsito, 1989.

Tinggalkan komentar